asmara tiada pernah mengenal musim. bersemi pada siapa pun dalam kehidupan. mekar dibungakan.dan wangi pun diharumkan

Senin, 14 April 2008

edisi 1

Romansa Setangkai Bunga

Sempurnakan jerit setangkai bunga
Agar mimpi jangan gelisah
Waktu pagi dibasuh tangisan kecil
Tapi aku tak ingin siapa pun
Mengusik ujung kelopaknya
Sebab setiap tetes embun
Adalah suara rintihan riwayat
Kerinduan

Tak perlu jambangan
Sebab akulah jambangan setiap rintihan
Tuhan kutaruh keyakinan
Jangan kau sembunyi di balik anganangan

Banjarbaru, 2001


Romansa Seekor Hong

Di bawah bulan kau asyik merajut perca sutra
Kupetikan melati di antara meihwa
Angin Gobi berembus di daratan Indonesia
Tapi kau telah melahirkan seekor Hong

Di bulan Desember kau berikan segalanya
dalam tiupan sembilanbelas lilin merah padaku
dan setiap pagi
kita takjub mendengar kicaunya

Sejak ia tersesat di hutan Yang Liu
dan tak pernah kembali lagi Sui Lan
Sejak itu pula tak pernah lagi
kudengar nyanyian Chun Chiu

Dalam malam yang kelam
ranjang tak pernah lagi memberi arti
Di mata terpejam aku bangkit
dari serbuk bintangbintang
Kutatap pucuk hutan pinus
dan tenggelam di sungai Yang Tze

Banjarbaru, 2001


As One of the Song, Mamimeca

Tatapan apa matahari bakal tenggelam
Riwayat berabadabad jauh di dasar laut
Dari koloni larva bintang
Aku tahu betapa letih wajahmu
Dalam gugusan mahakelam
May soul stay in the wind, mami

Sepanjang semenanjung berhembus
Lebur dalam tubuhmu
Don’t give me your wave
Aku berlari di tengah pasir
dan mengunyah semaksemak ganggang
Di tengah rapat matamu : Please come in
Lalu kupintal rambut kita perak

Lalu kubaringkan tubuh kita di pasir
Beralas serbukserbuk ganggang
Kutulis bibirmu dari langit berawan
Entah apa aku kenal musim hampir tujuh puluh
musim purba ketika berlabuh
Ketika kau berkata : No, I prefer to the sea

Entah apa
Aku jadi segumpal ruh di buihbuih
Sure, I am is the nearest harbour
Kau berkata lagi : You are is My
Kupetik bunga laut
Kupetikan yang tumbuh di rahimmu
Agar gemawan perlahan turun
Agar abadi segala rindudendam
I see : We are far away from here
Di matamu ada cincin di jari
Membalikbalik lembar usia
Menyisir lidah pantai
Menyisir karangkarang laut

Adalah ujung penghabisan senjakala
Kita terbakar dan hangus
dalam bayangbayang

Banjarbaru, 2004

edisi 2

Elly : So’nata is Silent

Aku musafir
Liriklirik yang jatuh dari matamu
Jatuh gemersik : Give to me one the world
Di kulminasi bukit
Kupetik kembang ilalang :
May sure not at all raincloud
Elly di tebingtebing :
I have lost my wind

Kupetik seribu kupukupu
Yang tumbuh di rambutmu
Lalu kuterbangkan
Ada desiran panjang :
I am on the run and to dream

Sebab aku musafir
Sebab akulah kau yang diam
Yang mendaki mimpimimpi yang panjang
Dalam suarasuara yang lenyap dan hilang
Matahari menjelma ombak dan berbuih
di batubatu
Elly, I am is him : Wanderer fatigued

Banjarbaru,2004


In My Last Mirage

Jangan ada lelap
Lihat gemawan pada sawang
Di dadaku menyimpan warna langit
Rain Will falls, can you go far
Jangan ada duka
Sebab karena angin atau my solitude

Sebab cahaya di sungai
Entah apa mataku jadi mabuk
Entah apa kau bagai sebuah nyanyi
tanpa lirik : Say me
Where in your raft

Antara gugusan burung senja
Teach me know him, from your love
Mengapa kau berhenti
melintasi jendela yang terbuka
Look at me, I’ll meet you in the pier
Manakala langit tidak jingga lagi
Maka apakah nyanyi diam terhenti
But he always to stick art me

Banjarbaru, 2004


Gita Perjalanan

Kalau bulan begini ke mana arah melangkah
Lalu apa makna gemintang dilarut malam
Cinta yang masih ada tidaklah akan tersisa
Meski pembunuhan bathin menghantar dusta
Jika terdengar ada bisik di ujung sana
Katakan siapa yang menipu mata
Barangkali kutak pandai menghitung hari
Entah berapa perhentian sudah terlampaui
Kini telentang mengenang hariharisilam
Manakala kuntum kutabur di pangkuan bumi
Dari larat yang paling penghabisan
Sungguh Tuhan lah yang paling berbudi
Aku kan lahir dalam duabelas langkahdiri
Bangkitlah dari tapal batas daratan sunyi
Nun usia di atas lilin pikiran yang putih

Banjarbaru, 96

edisi 3

Dentang Batu

Dentang batu di tebingtebing
Bawa daku ke mana jalan setapak
Cahya di timur O burungburung
Nun siapa membangun gubuk sunyi
Tempat tetirah kaum gelisah

Angin pegunungan mana yang berembus
Beri daku bunga tanah kelahiran
Dari rimba hijau dan pepohonan nipah
Bila telah selesai dentang penghabisan
Lihat wajahwajah siapa yang tak luka

Perbukitan terdengar rawan
Gubuk yang telah bertahun dihuni
Sehabis senja maka menyala damar purba
Mata tak pernah tahu ke mana malam
Menyimpan selaksa duka

Samarinda, 98


Narasi Gairah Embun

Menjilati garisgaris permukaan tangan
Menggendong keranjang yang kita anyam
Setetesdemisetetes embun kita kumpulkan
Bertebaran dalam mazmurmazmur malam

Kita bersidekap dalam gumpalan warna angin
Membakar lipatandemilipatan tubuh fana
Mata mencari sesuatu yang pernah kita punya

Sebelum keburu surya bangkit dari mimpinya
Kunyah segala dedaunan dan akarakaran
Jadi serbuk hatinurani
Kucurkan ke piala kita tanpa sisa
Agar bebas dari perangkap dusta

Mulutmu wangi sarigading
Menyentuh gordengorden jendela
Tapi jangan kau buka
Sebentar lagi pagi beranjak tiba

Banjarbaru,2000


Kau Tulis Surat

Kau tulis surat
Tapi masih juga kau tanya
Alamatku : Persinggahan
Burungburung laut
Memberi isyarat pantai mana
Gemuruh ombak di bathinmu

Lama kubaca tubuhmu di pasir
Setiap ciuman ombak
Kupasang layar ke laut lepas
Kita samasama meniti buih
Sampai terperangkap
Di jaring matahari

Diamdiam masih juga
Kau tulis surat
Di karangkarang laut

Banjarbaru,2000


Saat Senja Pun Jatuh

Jangan kau rangkai bungabunga
Yang kau petik dari taman mimpi
Tapi rangkailah tubuhku
Yang kau ambil dari tulang rusukmu

Tak ada lagi
Rahasia yang menyimpan kesangsian
Maka tatkala gemawan turun lihatlah
Kita tak pernah lagi memiliki malam
Yang luput dari tangan

Lahirlah kerinduan yang kau hamili
Setiap kita menutup jendela
Setiap kita mengatupkan mata
Memandang jauh
Kesetiaan mentari ke kutub sana

Banjarbaru,2000

edisi 4

Sebelum Usai Senja
Buat Yati Lis Sandhi

Sebelum kau singkap gaunmu
Rambutmu sudah menyentuh dadaku
Angin dingin. Dan kau berkata sesuatu
Tapi aku seperti tak tahu

Kulihat gemawan turun
Jingga dan samar caya
Kau tahu ? Hari bakal kelam
Dan kita makin tenggelam

Lalu kau betulkan dudukmu
Sementara bau wangi itu masih
Kau simpan dalam bajuku

Paringin,77

Di Kolam Garden City
Waktu Pagi
: buat Azizah

Tidak beriak
Tidak berambul
Tidak bergelegak tidak
Aku yang menyelam kataku

berlelehan ke setiap tingkat
Kemana darahku
Tidak mengalir lagi
Mengalir ke dalam jiwa kasihku
Aku air
yang memancar dari sumber kesejukan
Aku ikan
yang berenang dalam pengembaraan rindu
Akulah kolam
Kataku
dalam busabusa cinta
Kembang serojakah ?
Kau adalah aku
kau berbisik

Kita yang menghirup harumnya
Cahaya pagi

Malaka, 2004


Violces Norsitah

Aku sudah berupaya membujuk tidurku
Semalammalaman membiarkan angin
meluruhkan cahaya lampu
kebalik malam yang tak berbulan
Tahutahu kenapa kembang violces
di jambanganku semerbak di pembaringanku
Tidak sempat aku membuka pintu :
“ Aku datang bersuluh bintang “

Esoknya aku teringat violcesku
Aku termangu
Ia sudah tiada berkelopak lagi

Kualalumpur,2004


Azizah Di Mahkota Parade

Selendang warna fajar menyingsing
bergayut di jenjang lehermu
Tahutahu kenapa gerangan aku tak kuasa
membalas pantunnya
duhai sesungguhnya aku sudah siap merangkainya

Manakala angin membawa harum
kembang goyang di sanggulnya
Wahai aku teringat Azizah

Ketika aku menulis sebuah nama
dalam tidurku, kau berpesan :
Ingatkan nanti kita kan berjumpa
di Mahkota Parade berbalas pantun

Seusai burung dara itu terbang jauh ke awanawan
Hanya meninggalkan bisikan
Aku tiada pernah jumpa lagi dengan Azizah
Namun aku masih menulis
sebuah nama dalam kenangan

Bandaraya Melaka,2004

edisi 5

Apa Yang Kau Renungkan Norsitah

Hujan begitu tibatiba menderas
Jalanjalan menjerit atap rumah sembilu
Langit hitam
Danau Kota pun seperti kehilangan semangat

Kau seperti tiada hirau dan mematung di kaca jendela
padahal kaca itu telah mengabur kena tempias
Apa yang kau renungkan Norsitah

Ketika hujan mulai usai
Norsitah tiada lagi di situ
Hanya ada goresan jari di kaca :
Wahai hujan mengapa begitu tega
kau hapus sebuah nama yang tertulis
di lembar hatiku padahal aku menghapalnya
bahkan hurufhurufnya tereja dalam igauan

Danau Kota terbatabata belajar mengeja
bayangku yang semakin mengabur jua

Kualalumpur,2004


Hasrat

Kemana mata dalam asap dupa malam
Ah tiadalah bintang mengantar suluh
Sampai hati kiranya kemana jua
Terbang burung pialing memburu nasib
Bagaimana lagi bila jembatan licin
Rasa sesak nafas di dalam dada
Hasrat hati tiada jua tumbuh kembang serai
di padang jumampai

Tengah malam apalah rasanya
Bila diingat semakin jua dikenang
Tiada pun memberi alamat
Kuyakini langkah
Wahai kemana pembaringan membuang limbai

Tak tahulah
Bila berembus kemana pelimbaianku
Bila memburu kemana lorong nasibku
Bila mimpi ada jugakah barang secuil
jangan menyentuh lelap tidurku

Banjarbaru,2005


Di Atas Causeway

Antara Johor - Woodlands
Kita tibatiba menjelma sepasang merpati
dan mabuk di atas Causeway
Sepertinya cuma milik kita berdua bersulang anggur
Terbang bekejaran kelazuardilangit dan menukik
ke selat di mana terhampar buihbuih cinta


Lalu kita baringkan tubuh kita sambil berpelukmimpi
Sedang piala di tangan tak hentihenti terisi
Kemudian bibir kita saling berbisik
Cuma kita yang mampu membuka rahasianya
Setelah itu kau merapikan rambut yang tergerai
di dadaku
Mercuri sepanjang Causeway telah memekarkan seroja
di taman kasmaran kita
Kita bersitatap dan tersenyum
Wajah kita bersemu merah jambu
Antara Johor – Woodlands

Woodlands,Singapura,2004


Di Kota Mas Kita Bersitatap

Bungabunga cinta
Mengharumi angin pagi
Sampai aku di Garden City
Mabuk kepayang
Kubuka jendela hati
Siapakah gerangan dia

Pagi itu hatiku begitu hampa
Duhai ada sesuatu yang hilang dalam diriku
Yang tak pernah ketemu
Seusai di Kota Mas itu

Cahya di timur terus juga mengurai senyum
Dan kicau burung tetap setia merisalahkan pagi
Dan aku terajal di arus sunyi

Garden City, Melaka 2004

edisi 6

Risalah Cinta Asmara

Adakah cinta asmara itu abadi
Sesungguhnya ia akan mengubah dirinya empedu
atau pun madu
Ia akan menjadikan seseorang gila
Empedu terasa madu dan madu terasa empedu

Kau ratapi kematian atau bahagia dikala suka
Tapi adakah pernah mengenal airmata atau tawa

Dalam airmata ada tawa
Di dalam tawa ada duka
Di situlah dusta cintamu

Seorang penyair berkata :
Ia adalah altokumulus racun kehidupan
Jauhkan cinta pada ajalku
Aku hanya berpihak kepadamu kekasih
Di mana sukma pikiran
Lahir tanpa ibubapa
Aku dalam renung berpihak kepadamu kekasih

Banjarbaru,2006


Di Arus Sungai

Adalah buluh hanya sebatang buluh sayang
Disusunlah disusun jalan titian
Jumampai hanya tumbuh kembang melati
Adalah melati hanya dipetik sekuntum sayang
Aduhai disimpanlah disimpan
Hanya disimpan di dalam peti

Suluh bernyala padam disulut lagi sayang
Remangremang di tangan duhai mencari jalan
Jatuhbangun aduhai membuang limbai
Adalah nyanyi disenandungkan sayang
Aduhai disenandungkan cerminlah badan
Hanya cermin tiadalah pecah di dalam hati

Kularutkan siang dan malam
Siang bermenung malam bergayut mimpi
Kularutkan sehiris bulan
Kularutkan diarus sungai pasang
Kularutkan
Harapan orang hilir mengambilkan
Aduhai sang kekasih dalam idaman

Banjarbaru,2004


Kisah Kasih Di Suatu Taman

Asmara tiada pernah mengenal musim
Bersemi pada siapa pun dalam kehidupan
Mekar dibungakan
Dan wangi pun di harumkan

Pada suatu taman
Seorang kakek menunggu sang kekasih
Tak juga kunjung tiba
Bangku seperti membakar dirinya
Walau pun berrada sumbang
Ia mencoba membunuh risaunya dengan senandung

Di tengah kicau burung
Matanya berkacakaca
Menampak sang kekasih muncul di balik rerumpun bunga
Nenek itu berkata : Maafkan sayang daku sejak tadi
sudah datang tapi hatiku begitu bergetar dan aku hampir tak percaya
ada pertemuan yang lahir kembali
Kakek itu tak berkata apaapa
Namun sang kekasih erat dalam pelukannya
Alangkah harumnya airmata yang meleleh di pipi
nenek itu dan semerbak di dada kakek
Kakek berkata lirih : Aku kini menemukan permataku
cemerlangnya melebihi matahari di timur
Rambut nenek bertumbuhan kupukupu beranekawarna
ketika angin pagi mengusapnya

Kedua hati berpaut bagai laut berombak lembut
mencium pantai
Mata bertemu mata, bibir bertemu bibir
Membuka lembaran limapuluhlima tahun yang silam
Sebuah asmara yang kandas di tengah jalan
Nasib jualah yang memisahkan mereka
Namun tiada sangsi atas sebuah kesetiaan
Mereka tetap bertahan
Sungguh tuhan mahapengasih lagi penyayang
Kakek dan nenek itu dipertemukan
Dalam asmara tak pernah padam

Kakek dengan hati berbungabunga lalu berkata :
Tidaklah dinamakan perjuangan
bila tidak ada pengorbanan
Nenek mengurai senyum dan menjawab :
Jika ingin mendapat bahagia
Mesti tahan segala derita

Kedua insan itu kemudian mempererat ikatan
dalam sebuah pelaminan
Dan akan menulis sebuah epitaf
pada batu nisan mereka sendiri
Bila tiba akhir menutup mata

Banjarbaru,2006

edisi 7

Matahari Mabuk Kepayang

Alangkah nakalnya angin laut senja itu
Menggeraikan rambut sang nenek
Sehingga wajahnya jadi merah jambu yang terbenam
di dada sang kekasih
Sang kekasih dengan lembut memetik bungabunga
yang bermekaran di hatinya kemudian menyuntingnya
di rambut sang kekasih
Debur di hati kedua kekasih itu melebihi merdu
senandung ombak mencium pantai
Sang kekasih berbisik lirih : Aku kupukupu, kejarlah
Kemudian dengan manja terbang di buihbuih cinta
Sang kakek dengan gairah menangkap kupukupu itu
namun selalu digoda oleh lambaian kelapa
Hai lihatlah aku menari di kulminasi ombak
Tunggulah sayang aku menjelma lumbalumba
Tapi sang kekasih kembali terbang
Dan terus terbang
Sang kekasih terus juga mengejar dan mengejar
Alangkah nakalnya angin laut senja itu
Terus juga menebarkan aroma anggur
Akhirnya sang kekasih tertangkap juga
Dan mereka terbaring di atas hamparan matahari
yang mabuk kepayang di kaki langit

Banjarbaru,2006


Aku Berkaca
: kepada R.Mawarni

aku berkaca
pada tubuhmu
melahirkan sebuah laut
membawaku terus berlayar
entah sampai ke mana
langit menyembunyikan pantai
pada ribuan ombak dan buih
dan angin membunuh burungburung
aku jadi teramat letih
tapi tak juga kau beri aku dermaga
dalam nafasku

mungkin inilah riwayatku
pelayaran terdampar di sini
pada sebuah ajal

Banjarmasin,1970


Kendati Hujan Gerimis
: kepada Rosehanawati

kendati hujan gerimis
membenahi senja
kau masih juga memandang
lewat kaca jendela
mengeja bayangbayang

tapi tahukah kau
bahwa sungai telah merisalahkan
rumahrumah lanting
dalam sempurnanya senja
sebab gerimis mengekalkan
luruhnya cakrawala
pada sebuah pandang mata

maka tutuplah jendela
sungai dalam dirimu
akan mulai pasang pindua

Banjarmasin, 1972