asmara tiada pernah mengenal musim. bersemi pada siapa pun dalam kehidupan. mekar dibungakan.dan wangi pun diharumkan

Senin, 14 April 2008

edisi 1

Romansa Setangkai Bunga

Sempurnakan jerit setangkai bunga
Agar mimpi jangan gelisah
Waktu pagi dibasuh tangisan kecil
Tapi aku tak ingin siapa pun
Mengusik ujung kelopaknya
Sebab setiap tetes embun
Adalah suara rintihan riwayat
Kerinduan

Tak perlu jambangan
Sebab akulah jambangan setiap rintihan
Tuhan kutaruh keyakinan
Jangan kau sembunyi di balik anganangan

Banjarbaru, 2001


Romansa Seekor Hong

Di bawah bulan kau asyik merajut perca sutra
Kupetikan melati di antara meihwa
Angin Gobi berembus di daratan Indonesia
Tapi kau telah melahirkan seekor Hong

Di bulan Desember kau berikan segalanya
dalam tiupan sembilanbelas lilin merah padaku
dan setiap pagi
kita takjub mendengar kicaunya

Sejak ia tersesat di hutan Yang Liu
dan tak pernah kembali lagi Sui Lan
Sejak itu pula tak pernah lagi
kudengar nyanyian Chun Chiu

Dalam malam yang kelam
ranjang tak pernah lagi memberi arti
Di mata terpejam aku bangkit
dari serbuk bintangbintang
Kutatap pucuk hutan pinus
dan tenggelam di sungai Yang Tze

Banjarbaru, 2001


As One of the Song, Mamimeca

Tatapan apa matahari bakal tenggelam
Riwayat berabadabad jauh di dasar laut
Dari koloni larva bintang
Aku tahu betapa letih wajahmu
Dalam gugusan mahakelam
May soul stay in the wind, mami

Sepanjang semenanjung berhembus
Lebur dalam tubuhmu
Don’t give me your wave
Aku berlari di tengah pasir
dan mengunyah semaksemak ganggang
Di tengah rapat matamu : Please come in
Lalu kupintal rambut kita perak

Lalu kubaringkan tubuh kita di pasir
Beralas serbukserbuk ganggang
Kutulis bibirmu dari langit berawan
Entah apa aku kenal musim hampir tujuh puluh
musim purba ketika berlabuh
Ketika kau berkata : No, I prefer to the sea

Entah apa
Aku jadi segumpal ruh di buihbuih
Sure, I am is the nearest harbour
Kau berkata lagi : You are is My
Kupetik bunga laut
Kupetikan yang tumbuh di rahimmu
Agar gemawan perlahan turun
Agar abadi segala rindudendam
I see : We are far away from here
Di matamu ada cincin di jari
Membalikbalik lembar usia
Menyisir lidah pantai
Menyisir karangkarang laut

Adalah ujung penghabisan senjakala
Kita terbakar dan hangus
dalam bayangbayang

Banjarbaru, 2004

edisi 2

Elly : So’nata is Silent

Aku musafir
Liriklirik yang jatuh dari matamu
Jatuh gemersik : Give to me one the world
Di kulminasi bukit
Kupetik kembang ilalang :
May sure not at all raincloud
Elly di tebingtebing :
I have lost my wind

Kupetik seribu kupukupu
Yang tumbuh di rambutmu
Lalu kuterbangkan
Ada desiran panjang :
I am on the run and to dream

Sebab aku musafir
Sebab akulah kau yang diam
Yang mendaki mimpimimpi yang panjang
Dalam suarasuara yang lenyap dan hilang
Matahari menjelma ombak dan berbuih
di batubatu
Elly, I am is him : Wanderer fatigued

Banjarbaru,2004


In My Last Mirage

Jangan ada lelap
Lihat gemawan pada sawang
Di dadaku menyimpan warna langit
Rain Will falls, can you go far
Jangan ada duka
Sebab karena angin atau my solitude

Sebab cahaya di sungai
Entah apa mataku jadi mabuk
Entah apa kau bagai sebuah nyanyi
tanpa lirik : Say me
Where in your raft

Antara gugusan burung senja
Teach me know him, from your love
Mengapa kau berhenti
melintasi jendela yang terbuka
Look at me, I’ll meet you in the pier
Manakala langit tidak jingga lagi
Maka apakah nyanyi diam terhenti
But he always to stick art me

Banjarbaru, 2004


Gita Perjalanan

Kalau bulan begini ke mana arah melangkah
Lalu apa makna gemintang dilarut malam
Cinta yang masih ada tidaklah akan tersisa
Meski pembunuhan bathin menghantar dusta
Jika terdengar ada bisik di ujung sana
Katakan siapa yang menipu mata
Barangkali kutak pandai menghitung hari
Entah berapa perhentian sudah terlampaui
Kini telentang mengenang hariharisilam
Manakala kuntum kutabur di pangkuan bumi
Dari larat yang paling penghabisan
Sungguh Tuhan lah yang paling berbudi
Aku kan lahir dalam duabelas langkahdiri
Bangkitlah dari tapal batas daratan sunyi
Nun usia di atas lilin pikiran yang putih

Banjarbaru, 96

edisi 3

Dentang Batu

Dentang batu di tebingtebing
Bawa daku ke mana jalan setapak
Cahya di timur O burungburung
Nun siapa membangun gubuk sunyi
Tempat tetirah kaum gelisah

Angin pegunungan mana yang berembus
Beri daku bunga tanah kelahiran
Dari rimba hijau dan pepohonan nipah
Bila telah selesai dentang penghabisan
Lihat wajahwajah siapa yang tak luka

Perbukitan terdengar rawan
Gubuk yang telah bertahun dihuni
Sehabis senja maka menyala damar purba
Mata tak pernah tahu ke mana malam
Menyimpan selaksa duka

Samarinda, 98


Narasi Gairah Embun

Menjilati garisgaris permukaan tangan
Menggendong keranjang yang kita anyam
Setetesdemisetetes embun kita kumpulkan
Bertebaran dalam mazmurmazmur malam

Kita bersidekap dalam gumpalan warna angin
Membakar lipatandemilipatan tubuh fana
Mata mencari sesuatu yang pernah kita punya

Sebelum keburu surya bangkit dari mimpinya
Kunyah segala dedaunan dan akarakaran
Jadi serbuk hatinurani
Kucurkan ke piala kita tanpa sisa
Agar bebas dari perangkap dusta

Mulutmu wangi sarigading
Menyentuh gordengorden jendela
Tapi jangan kau buka
Sebentar lagi pagi beranjak tiba

Banjarbaru,2000


Kau Tulis Surat

Kau tulis surat
Tapi masih juga kau tanya
Alamatku : Persinggahan
Burungburung laut
Memberi isyarat pantai mana
Gemuruh ombak di bathinmu

Lama kubaca tubuhmu di pasir
Setiap ciuman ombak
Kupasang layar ke laut lepas
Kita samasama meniti buih
Sampai terperangkap
Di jaring matahari

Diamdiam masih juga
Kau tulis surat
Di karangkarang laut

Banjarbaru,2000


Saat Senja Pun Jatuh

Jangan kau rangkai bungabunga
Yang kau petik dari taman mimpi
Tapi rangkailah tubuhku
Yang kau ambil dari tulang rusukmu

Tak ada lagi
Rahasia yang menyimpan kesangsian
Maka tatkala gemawan turun lihatlah
Kita tak pernah lagi memiliki malam
Yang luput dari tangan

Lahirlah kerinduan yang kau hamili
Setiap kita menutup jendela
Setiap kita mengatupkan mata
Memandang jauh
Kesetiaan mentari ke kutub sana

Banjarbaru,2000

edisi 4

Sebelum Usai Senja
Buat Yati Lis Sandhi

Sebelum kau singkap gaunmu
Rambutmu sudah menyentuh dadaku
Angin dingin. Dan kau berkata sesuatu
Tapi aku seperti tak tahu

Kulihat gemawan turun
Jingga dan samar caya
Kau tahu ? Hari bakal kelam
Dan kita makin tenggelam

Lalu kau betulkan dudukmu
Sementara bau wangi itu masih
Kau simpan dalam bajuku

Paringin,77

Di Kolam Garden City
Waktu Pagi
: buat Azizah

Tidak beriak
Tidak berambul
Tidak bergelegak tidak
Aku yang menyelam kataku

berlelehan ke setiap tingkat
Kemana darahku
Tidak mengalir lagi
Mengalir ke dalam jiwa kasihku
Aku air
yang memancar dari sumber kesejukan
Aku ikan
yang berenang dalam pengembaraan rindu
Akulah kolam
Kataku
dalam busabusa cinta
Kembang serojakah ?
Kau adalah aku
kau berbisik

Kita yang menghirup harumnya
Cahaya pagi

Malaka, 2004


Violces Norsitah

Aku sudah berupaya membujuk tidurku
Semalammalaman membiarkan angin
meluruhkan cahaya lampu
kebalik malam yang tak berbulan
Tahutahu kenapa kembang violces
di jambanganku semerbak di pembaringanku
Tidak sempat aku membuka pintu :
“ Aku datang bersuluh bintang “

Esoknya aku teringat violcesku
Aku termangu
Ia sudah tiada berkelopak lagi

Kualalumpur,2004


Azizah Di Mahkota Parade

Selendang warna fajar menyingsing
bergayut di jenjang lehermu
Tahutahu kenapa gerangan aku tak kuasa
membalas pantunnya
duhai sesungguhnya aku sudah siap merangkainya

Manakala angin membawa harum
kembang goyang di sanggulnya
Wahai aku teringat Azizah

Ketika aku menulis sebuah nama
dalam tidurku, kau berpesan :
Ingatkan nanti kita kan berjumpa
di Mahkota Parade berbalas pantun

Seusai burung dara itu terbang jauh ke awanawan
Hanya meninggalkan bisikan
Aku tiada pernah jumpa lagi dengan Azizah
Namun aku masih menulis
sebuah nama dalam kenangan

Bandaraya Melaka,2004

edisi 5

Apa Yang Kau Renungkan Norsitah

Hujan begitu tibatiba menderas
Jalanjalan menjerit atap rumah sembilu
Langit hitam
Danau Kota pun seperti kehilangan semangat

Kau seperti tiada hirau dan mematung di kaca jendela
padahal kaca itu telah mengabur kena tempias
Apa yang kau renungkan Norsitah

Ketika hujan mulai usai
Norsitah tiada lagi di situ
Hanya ada goresan jari di kaca :
Wahai hujan mengapa begitu tega
kau hapus sebuah nama yang tertulis
di lembar hatiku padahal aku menghapalnya
bahkan hurufhurufnya tereja dalam igauan

Danau Kota terbatabata belajar mengeja
bayangku yang semakin mengabur jua

Kualalumpur,2004


Hasrat

Kemana mata dalam asap dupa malam
Ah tiadalah bintang mengantar suluh
Sampai hati kiranya kemana jua
Terbang burung pialing memburu nasib
Bagaimana lagi bila jembatan licin
Rasa sesak nafas di dalam dada
Hasrat hati tiada jua tumbuh kembang serai
di padang jumampai

Tengah malam apalah rasanya
Bila diingat semakin jua dikenang
Tiada pun memberi alamat
Kuyakini langkah
Wahai kemana pembaringan membuang limbai

Tak tahulah
Bila berembus kemana pelimbaianku
Bila memburu kemana lorong nasibku
Bila mimpi ada jugakah barang secuil
jangan menyentuh lelap tidurku

Banjarbaru,2005


Di Atas Causeway

Antara Johor - Woodlands
Kita tibatiba menjelma sepasang merpati
dan mabuk di atas Causeway
Sepertinya cuma milik kita berdua bersulang anggur
Terbang bekejaran kelazuardilangit dan menukik
ke selat di mana terhampar buihbuih cinta


Lalu kita baringkan tubuh kita sambil berpelukmimpi
Sedang piala di tangan tak hentihenti terisi
Kemudian bibir kita saling berbisik
Cuma kita yang mampu membuka rahasianya
Setelah itu kau merapikan rambut yang tergerai
di dadaku
Mercuri sepanjang Causeway telah memekarkan seroja
di taman kasmaran kita
Kita bersitatap dan tersenyum
Wajah kita bersemu merah jambu
Antara Johor – Woodlands

Woodlands,Singapura,2004


Di Kota Mas Kita Bersitatap

Bungabunga cinta
Mengharumi angin pagi
Sampai aku di Garden City
Mabuk kepayang
Kubuka jendela hati
Siapakah gerangan dia

Pagi itu hatiku begitu hampa
Duhai ada sesuatu yang hilang dalam diriku
Yang tak pernah ketemu
Seusai di Kota Mas itu

Cahya di timur terus juga mengurai senyum
Dan kicau burung tetap setia merisalahkan pagi
Dan aku terajal di arus sunyi

Garden City, Melaka 2004

edisi 6

Risalah Cinta Asmara

Adakah cinta asmara itu abadi
Sesungguhnya ia akan mengubah dirinya empedu
atau pun madu
Ia akan menjadikan seseorang gila
Empedu terasa madu dan madu terasa empedu

Kau ratapi kematian atau bahagia dikala suka
Tapi adakah pernah mengenal airmata atau tawa

Dalam airmata ada tawa
Di dalam tawa ada duka
Di situlah dusta cintamu

Seorang penyair berkata :
Ia adalah altokumulus racun kehidupan
Jauhkan cinta pada ajalku
Aku hanya berpihak kepadamu kekasih
Di mana sukma pikiran
Lahir tanpa ibubapa
Aku dalam renung berpihak kepadamu kekasih

Banjarbaru,2006


Di Arus Sungai

Adalah buluh hanya sebatang buluh sayang
Disusunlah disusun jalan titian
Jumampai hanya tumbuh kembang melati
Adalah melati hanya dipetik sekuntum sayang
Aduhai disimpanlah disimpan
Hanya disimpan di dalam peti

Suluh bernyala padam disulut lagi sayang
Remangremang di tangan duhai mencari jalan
Jatuhbangun aduhai membuang limbai
Adalah nyanyi disenandungkan sayang
Aduhai disenandungkan cerminlah badan
Hanya cermin tiadalah pecah di dalam hati

Kularutkan siang dan malam
Siang bermenung malam bergayut mimpi
Kularutkan sehiris bulan
Kularutkan diarus sungai pasang
Kularutkan
Harapan orang hilir mengambilkan
Aduhai sang kekasih dalam idaman

Banjarbaru,2004


Kisah Kasih Di Suatu Taman

Asmara tiada pernah mengenal musim
Bersemi pada siapa pun dalam kehidupan
Mekar dibungakan
Dan wangi pun di harumkan

Pada suatu taman
Seorang kakek menunggu sang kekasih
Tak juga kunjung tiba
Bangku seperti membakar dirinya
Walau pun berrada sumbang
Ia mencoba membunuh risaunya dengan senandung

Di tengah kicau burung
Matanya berkacakaca
Menampak sang kekasih muncul di balik rerumpun bunga
Nenek itu berkata : Maafkan sayang daku sejak tadi
sudah datang tapi hatiku begitu bergetar dan aku hampir tak percaya
ada pertemuan yang lahir kembali
Kakek itu tak berkata apaapa
Namun sang kekasih erat dalam pelukannya
Alangkah harumnya airmata yang meleleh di pipi
nenek itu dan semerbak di dada kakek
Kakek berkata lirih : Aku kini menemukan permataku
cemerlangnya melebihi matahari di timur
Rambut nenek bertumbuhan kupukupu beranekawarna
ketika angin pagi mengusapnya

Kedua hati berpaut bagai laut berombak lembut
mencium pantai
Mata bertemu mata, bibir bertemu bibir
Membuka lembaran limapuluhlima tahun yang silam
Sebuah asmara yang kandas di tengah jalan
Nasib jualah yang memisahkan mereka
Namun tiada sangsi atas sebuah kesetiaan
Mereka tetap bertahan
Sungguh tuhan mahapengasih lagi penyayang
Kakek dan nenek itu dipertemukan
Dalam asmara tak pernah padam

Kakek dengan hati berbungabunga lalu berkata :
Tidaklah dinamakan perjuangan
bila tidak ada pengorbanan
Nenek mengurai senyum dan menjawab :
Jika ingin mendapat bahagia
Mesti tahan segala derita

Kedua insan itu kemudian mempererat ikatan
dalam sebuah pelaminan
Dan akan menulis sebuah epitaf
pada batu nisan mereka sendiri
Bila tiba akhir menutup mata

Banjarbaru,2006

edisi 7

Matahari Mabuk Kepayang

Alangkah nakalnya angin laut senja itu
Menggeraikan rambut sang nenek
Sehingga wajahnya jadi merah jambu yang terbenam
di dada sang kekasih
Sang kekasih dengan lembut memetik bungabunga
yang bermekaran di hatinya kemudian menyuntingnya
di rambut sang kekasih
Debur di hati kedua kekasih itu melebihi merdu
senandung ombak mencium pantai
Sang kekasih berbisik lirih : Aku kupukupu, kejarlah
Kemudian dengan manja terbang di buihbuih cinta
Sang kakek dengan gairah menangkap kupukupu itu
namun selalu digoda oleh lambaian kelapa
Hai lihatlah aku menari di kulminasi ombak
Tunggulah sayang aku menjelma lumbalumba
Tapi sang kekasih kembali terbang
Dan terus terbang
Sang kekasih terus juga mengejar dan mengejar
Alangkah nakalnya angin laut senja itu
Terus juga menebarkan aroma anggur
Akhirnya sang kekasih tertangkap juga
Dan mereka terbaring di atas hamparan matahari
yang mabuk kepayang di kaki langit

Banjarbaru,2006


Aku Berkaca
: kepada R.Mawarni

aku berkaca
pada tubuhmu
melahirkan sebuah laut
membawaku terus berlayar
entah sampai ke mana
langit menyembunyikan pantai
pada ribuan ombak dan buih
dan angin membunuh burungburung
aku jadi teramat letih
tapi tak juga kau beri aku dermaga
dalam nafasku

mungkin inilah riwayatku
pelayaran terdampar di sini
pada sebuah ajal

Banjarmasin,1970


Kendati Hujan Gerimis
: kepada Rosehanawati

kendati hujan gerimis
membenahi senja
kau masih juga memandang
lewat kaca jendela
mengeja bayangbayang

tapi tahukah kau
bahwa sungai telah merisalahkan
rumahrumah lanting
dalam sempurnanya senja
sebab gerimis mengekalkan
luruhnya cakrawala
pada sebuah pandang mata

maka tutuplah jendela
sungai dalam dirimu
akan mulai pasang pindua

Banjarmasin, 1972

edisi 8

Di Bawah Cemara
kepada Yasminda Nora

Bulan Mei tumbuh dan hidup
Pada hembusan pertama
Kulihat matamu nun jauh
Menembus lonceng dunia

Dan pada gema penghabisan
Telah kau capai tempatnya
Taburkanlah benih itu di atasnya
Bagian dari hidup kita dengan tiada sangsi

Tak mengenal musim cemara kita
Mendesir dan membelai penuh cinta
Dan bagai perak di bawah aurora

Kini betapa pun bulan Mei tidur dengan lelap
Tapi ia bangun tiada kasip pada kita waktu pagi
Selagi kita takjub mendengar kicau burungburungnya

Banjarmasin,1973


Perkawinan Kawanku
buat Abdullah SP

Puisi yang pertama menetes di mana
Kau datang di malam bening mega abadi
Kendati pun saudara seibusebapamu
tak selaras dan meletuskan bedilnya

Ceceran tapaktapak hitam menginjak muka
Tanpa arti perdamaian di ujung penentuan terakhir
tapi dengan sayap kepastian kau terbang bersama
biar jadi sepasang puntung

Perlahan tapi dengan jemari kemenangan
Mempelai wanita menyingkap dan mengusap
gaun penutup muka
gorden jendela serta salam yang tulus

Langit biru hari pun biru
Puisi kasihsayang dunia kasihsayang
Tak mengapa puisi yang ketiga baginya
Sekarang adalah milik kita bersama

Kuduslah segenap puisimu pengantin
Malam indah malam puisi
Angin pun berembus bagai sutra tanda kelembutan hati
Perkawinan adalah lambang imajinasi sebuah puisi

Banjarmasin,1972


Antara Kapal Berlabuh

jangan ada sangsi ketika puput penghabisan
pertanda senja akan membawa kita
ke ombak yang paling jauh
muara tak lagi perbatasan bertolaknya
sebuah kapal yang sarat dengan riwayat
yang kita aksarakan pada sebuah perjalanan
dan burungburung laut melepaskan
kepaknya ke karangkarang ketika
kelam menyempurnakan malam
adalah masasilam yang kita sauhkan
pada alir usia kita sebab
langit tak lagi dapat menyimpan
pandangan mata bila kita akan
menghitung nasib antara kapal
berlabuh dengan pelabuhan
di mana kita menambatkan keyakinan
maka layar telah kita kembangkan
sebab laut adalah sebuah jalan panjang
yang mesti kita tempuh
dan kita tak perlu lagi berpaling

Banjarmasin,1972

edisi 9

Semenanjung Desir

Sepanjang pasir
Kaki kita akan cerita tentang cinta ?
Camar telah pulang ke sarang
Batubatukarang sebentar lagi akan
jadi bayangan laut

Ingatkah ketika kapal itu akan bertambat
dari arung yang jauh
Kita masih menatap gemawan
dan semenanjung itu masih menyimpan ombak ?

Sebab kitalah buih
Kapal yang mau bertambat
Seperti menghitung jarak pelabuhan

Kasihku,
Tak cukup bahasa menafsir sebuah cinta
Sebab sebentar lagi kita akan menjadi bayang
Setelah matahari meninggalkan kita

Banjarmasin,1970


Imperium Cinta

Kicau burungburung
Membuka pagi dalam gairah
Cahaya hidup yang mengalir
Dari imperium cinta

Begitu agung
Tapi adakah yang mengerti
Dan membuka hikmah yang teramat dalam itu
Dalam setiap gerak kehidupan

Oi hati dan jiwaku
Bernyanyilah dari bungabunga cinta
Yang mekar dari kelopakkelopak kamasutra
Wahai hidupku kitalah pengembara
Setiap kepak sayap dan kicau
ke puncak imperium cinta

Banjarmasin,1971


Bunga Kertas
buat Rosihanawati

Setiap membayangkan bagaimana hari esok
Aku mesti merangkai tubuhmu
Dengan beratus harapan yang kutaruh di jambangan
Tapi aku selalu kehilangan warna
Manakala ujung kelopakmu
Meneteskan isak sembilu
Dan aku tak pernah lagi berani menghitung
Entah berapa helai yang telah kurangkai
Sebab akulah jambangan itu
Yang selalu gagal menghadapi hari esok
Dan aku tak pernah berani lagi
Menafsir setiap bunga dalam tidurku
Membayangkan bagaimana hari esok
Tubuhmu pudar dalam jambangan itu

Banjarmasin,1973


Kau Kirim Gerimis

tahukah kau kacajendela sejak tadi
tak mampu lagi menyimpan risalah
yang lahir dari desauan angin
sejauh pandang lewat kaca
hanya hurufhuruf yang memantulkan bayangbayang
siapakah lagi yang mampu mengejanya
selain renung dan perhitungan hari
sepanjang usia
maka masihkah kau kirim gerimis itu
manakala aku mandul bersajak
kehilangan rumusan menyusun katakata apa
untuk belajar memahami sebuah makna

manisku,
ketika kacajendela ini buram oleh sentuhan
lembar impianku yang lepas dari tangkainya
maka masihkah kau kirim gerimis itu
barangkali, manisku
cuma kita berdua menengok ke cakrawala
sejauh pandang lewat kacajendela

Banjarmasin,1973

edisi 10

Ketika Kapal Lepas Pelabuhan
kepada Sui Lan

masihkah kau di sana
dengan lambaian tangan
memcoba belajar
membaca sauh yang dinaikkan
dan peluit terakhir dibunyikan

karena laut teramat luas
arung memerlukan kesetiaan
karena ombak dan buih di buritan
tidak pernah lagi mengenal tepian

masihkah kau di sana
menghitung harihari perjanjian
sementara aku mencoba membangun
pelabuhan dalam diriku sendiri
ketika kakilangit tak lagi memberi warna

Banjarmasin,1974


Layang Layang

kunaikkan layanglayang ketika kau rebahan di sebuah
padang tak berpohon
angin yang kau hembuskan mendorongku
mengulurkan benang sampai menyentuh awan
aku tak dapat lagi menahan betapa kencangnya angin
dalam desahmu yang menggairahkan
ketika langit memberi warna pelangi
yang membentang kesegenap penjuru
aku kehilangan balance
dan layanglayangku putus
melayang jauh sekali
dan jatuh ke lembah kesadaran
dalam aku termangu
memandang layanglayangku yang hancur
di pangkuan isakmu

Banjarmasin,1975


Aku Kembara Mencarimu Sui Lan

setiap tempat persinggahan
aku mencarimu
sebab benih yang kutanam di rahimmu
tak lunas sepanjang usiaku
walau langkahku senantiasa kehilangan arah
letih dan perih tak pernah kuhiraukan
tapi yang aku risaukan
mengapa tak kau beri aku alamat

setiap tempat persinggahan
kau tak lepas dari tidurku
manakala jalan memberi persimpangan
atau loronglorong
yang mana harus kutempuh

sayangku,
bila pun ajal kan tiba
ini bukanlah pemberhentian
dalam sebuah pengembaraan

Banjarmasin,1975


Lilin Merah

di hari raya Changyang Jie ini
tidak ada gunung Tai San
tapi kau berkata kita ada gunung Semeru
yang memberi makna dari apa yang kita impikan
kita bangun gubuk di bawah bulan purnama
sambil menggubah liriklirik Chun Chiu
lalu kita dendangkan
jinse di jemariku
dan qiangdi di bibirmu

tapi hari raya Changyang Jie kali ini
aku tak berdua lagi dalam gubuk ini
mabuk di kukus lilin merah
dan hanyut di sungai Changjiang

Banjarmasin,1975


Chun Chiu : nyanyian klasik china
jinse : sejenis kecapi
qiangdi : sejenis seruling
Changyang Jie : hari raya tradisional china

edisi 11

Aku Tersesat Dalam Gumpalan Pekat

seribu kunangkunang membangun
kerlip pada sebuah kelam
tibatiba kau mengental dalam ingatan
kemudian menjelma
nyala api yang membakar igauanku
lalu aku luruh dalam sebuah risau sembilu
luruh
seperti sayap kapas
memcari wajah
di antara
katakata
yang berserakan di kaca duka

seperti musafir
kehilangan alamat
aku tersesat dalam gumpalan pekat

Banjarmasin,1976


Maha Duka

kusayapkan rinduku
lalu
kuterbangkan ke cakrawala
karena kau menungguku di sana
tibatiba hujan meluruhkan bulubulunya

aku pun jatuh
persis di hadapan
mahadukamu

Banjarmasin,1977


Saat Sunyi Aku Pun Luruh

Guqinmukah di tengah turunnya salju
Memekarkan meihwa
Angin Gobi menghembuskan semerbak
Sampai ke mari
Saat aku kehilangan jejak mencarimu, Sui Lan
Lalu aku bangun Lan San
Agar aku dapat mendaki ke puncak
Dimana aku dapat melihat wajahmu dengan jelas

Engkaukah yang diliput duka
Sehingga dawaimu sedemikian mengagetkan
kepak Hong yang terbang ke awanawan

Betapa risauku
Manakala harapan yang kupintal
Kusut di tengah jalan
Inilah risalahku yang kusajakkan
Ketika Guqinmu selalu memekarkan meihwaku

Banjarbaru,1977

Gobi : nama gurun di china
Guqin : sejenis sitar/kecapi
meihwa : bunga musim salju
Lan San : nama gunung
Hong : nama burung

edisi 12

Dalam Tawa Ada Duka

Mengapa aku tak menjawab pertanyaanmu
Ilusi hanya melihat apa yang paling jauh
Karena kebenaran
Sesungguhnya masih ada hakikat kesadaran
Membuka rahasia yang tersembunyi
Di balik akalpikiran
Paling bijak masuklah
Kerenung diri sampai jauh ke dalam
Di sanalah ada jawabnya

Banjarmasin,1977


Risalah Perjalanan

aku musafir dalam lubukhatimu
karena dalam diammu
seperti halnya menghitung bintang di langit
agar aku dapat melihat hakikat dahagaku
wahai berilah aku anggur duka
agar lunas s’luruh letihku
jika aku masuk dalam persembunyianmu
duhai begitu nikmatnya ajal tiba

Banjarmasin,1977


Kabarkan Padaku

Kabarkan padaku
Beban rahasiamu
Sepiala anggur bagai gelora laut
Menenggelamkan diriku
Aku mabuk
Dalam wajahmu

Harihariku siasia
Memikul beban derita
Seperti tak ada airmata tangis
Wahai kabarkan padaku
Yang ada di jagat

Langit tak ada bintang atau bulan
atau matahari
Hanya tempat merenung kegelapan

Kabarkan padaku
Beban rahasiamu
Agar terbebas aku
Dari dukalara dunia ini

Banjarbaru,1978

edisi 13

Senja Usai Aku Pun Asing

Tidak seperti biasa kau bawa aku
Menyusuri sebuah ruang manakala hutan pinus
desisnya menyiapkan kelam
Tibatiba aku merasa ada yang hilang dari diriku
Sangat kurasakan
Aku tak dapat lagi memahami mengapa begitu cepat
matahari meninggalkan kota ini
dengan memberi warna lain
Aku mencoba menahan keseimbangan
Barangkali aku harus pandai menerjemahkan catatan
suatu malam
Sampai kau hilang dari pandangan

Banjarbaru,1978


Kupukupu

Bungabunga culan bermekaran
Tibatiba seorang jelita muncul
di tengah harumnya bunga
Aku teringat pada sebuah lukisanku
Seorang jelita
yang tergantung di kamarku
Entah apa tibatiba hatiku menjelma seekor kupukupu
Lalu terbang ke rambutnya
Ia terpesona lalu menangkapnya
Si jelita itu bergumam :
Kemana saja engkau terbang
Aku telah lama mencarimu kemanamana
Menjadikan aku begitu risau
Kemudian ia pergi ke balik bungabunga
Ketika aku memandang lukisanku
Aku terpesona seekor kupukupu menghias rambutnya

Banjarbaru,1978


Inkarnasi Buat Sang Kekasih

Dirakit tujuh batang pisang tujuh tiang tebu merah
Berlangitlangit kain kuning di ruh sungai mengalir
Lengkaplah sudah tapaku tujuh purnama
Dan dalam janji wangsit
Telah kutambatkan di ulak banyumu
Maka berbuihlah hai buih
Cahaya bulan pengiring setanggi

Tujuh kuntum nagasari di taman sukma sejati
Kupetik atas nama tutus candi
Maka berujudlah hai Putri Buih anak babangsa

Di kukus dupa bersemayam hati yang rindang
Akulah bujang pilihan titis ruh Sukmaraga dan
Patmaraga
Yang bangkit dari Lubuk Badangsanak
Dalam lemakmanis minyaklikatbaburih
Mari kekasih kita turaikan segala rindu

Banjarbaru,1979

Putri Buih ( Putri Junjung Buih ), Sukmaraga dan
Patmaraga dalam cerita kisah Kasih Legenda rakyat
Banjar ( Kalsel ).


Renjana

Jangan ada rahasia lagi
Desau pinus itu
Selalu membawaku ke sana
Dan berulangkali debar
Tak mampu menyimpan namamu dalam lipatan

Maka jangan ada rahasia lagi
Mengapa aku teramat letih
Ketika puput itu membawa pergi tangisan kecil
Dan aku begitu tolol
Kehilangan jejak dalam diriku sendiri

Aku belajar memahami tebaran mega
Dan dalam katupan mata menatap kelopak usia
yang rontok di kaki senja
Sesampainya di sana aku berkaca dalam rindu
Membuka jendela rahasiamu

Banjarbaru,1980

edisi 14

Simbangan Burung Laut

Biar angin sekencangkencangnya
Menyapu wajah laut bergelombang
Biar pantai menceritakan dukanya
Sebab akulah burung laut
Yang mengabarkan ke jagatjagat
Gelombangdemigelombang adalah
Debur dalam jiwaku
Merajah rindu di pasirpasir
Aku menari sendiri
Agar aku tiada mengenal lagi masasilamku
Menggantung pada tebingtebing batu
Maka bersenjalah semesta
Kurindukan matahari menjadi segumpal darah
Mengalir dilazuardilangit dan laut
Perahuperahu nelayan telah lama menepi
Batubatu karang telah menjadi arca sunyi
“ tiada letih hatiku merindu
rindulah badan harapan tak sampai
apalah artinya lama menunggu
airmata pun jatuhlah berderai “
Katakan pada angin : akulah laut
Katakan pada laut : akulah gelombang
Katakan pada gelombang : akulah pantai
Katakan pada pantai : akulah pasir
Katakan pada pasir : akulah buih
Katakan pada buih : akulah rajah yang merindu
matahari
Katakan pada matahari : akulah burung

Yang menari membusur langit
Yang menari menghembus angin
Dukaku duka pantai
Dukaku duka perahu
Dukaku duka karang
Dukaku duka merindu
Maka segumpal darah yang mengalir dalam jiwaku
“ tak gelombang tak laut
tak laut tak pantai
simbang oi, simanggu kacil
manyaru
kasih jangan bacarai“
Simbang oi,
Atas nama cinta
Arung pada di masyrik
Arung pada di magrib
Arung pada di paksina
Arung pada di daksina
Simbang oi,

simanggu kacil : nama gamelan Banjar sekarang
berada di Museum Pusat Jakarta
sedang pasangannya yaitu simanggu
basar berada di Museum Lambung
manyaru : memanggil
bacarai : bercerai


Gurindam Buat Sang Kekasih

Aku adalah bahtera
Maka kau beri aku laut

Kau adalah pantai
Maka kuberi kau ombak

Aku adalah nakhoda
Maka kau beri aku kemudi

Kau adalah dermaga
Maka kuberi kau sauh

Tapi jika bahtera merapat ke dermaga
Pintaku jangan kau ajalkan rinduku

Banjarbaru,1981

edisi 15

Nalam Di Atas Danau

kutambatkan di sinar rembulan
membiarkan sampan kecilku mengapung
dalam cumbuombak di tengah danau
dengarlah kadundang bathinku
secupak nira hanyutkan jiwa merindu

jangan kau biarkan dirimu terkurung dalam bulan
bukalah jendela purnama atas nama cinta
uraikan rambutperakmu seluruh kasih
langit telah kering mengucurkan airmatamu
daundaun pinus telah basah mendesirkan isakmu

kutenggelamkan sudah masasilamku
berabadabad ekstase jiwa di tebingtebing batu
setiap purnama seteguk nira pengobat rindu
mengapung di kuntum wajahmu
mari kadundangkan nalam kita
risalah percintaan kembara bersama angin

jangan sekejap pun wajahmu disaput awan
jangan ada bintang sembunyikan berlian matamu
menarilah putri rembulan
menarilah dalam gaun pengantin
gunung dan rimba telah lama ditinggal penghuninya
seperti juga bathinku
menarilah dengan segenap cinta
di atas jiwa mengombak

biarkan aku surup dalam mantra tarimu
biarkan aku halimun dalam mantra gaunmu
agar bumi kenduri dimana aku bersemayam
di tujuh lapis mekarnya rindu
di tujuh lapis wanginya wajahmu
melupa segala dendam sunyi
melupa segala dendam asap setanggi

Banjarbaru,1981

nalam : bersajak dengan berlagu
kadundang : dendang


Sekuntum Pagi

malam mana yang tak melunaskan
perjalanan panjangmu
sehingga mimpi memburumu sampai ke batas risau
begitu bimbang jejakmu di tengah angin
menafsir gugusan bintangbintang
tapi dengarlah
burungburung tak pernah mengenal musim berkicau
senantiasa mengekalkan riwayat kerinduan
pun embun tiada pernah menyangsikan tetes
di setiap ujung jiwa yang sunyi
nun di timur
di balik sutra halimun
lihatlah
fajar memekarkan kuntumku
di atas bumi yang membangkitkan tidurnya
agar mimpi tiada menggelisahkan rindumu
pada malammalam sajakmu

Banjarbaru,1981


Cinta Bersemi Di Bawah Pijar Traffic Light

Manakala dua hati berpaut
Ia tak kan lagi hirau s’kelilingnya
Sampai bulan menggerutu
Bintangbintang tersipu
Pun bumi salah tingkah

Sang kekasih menatap kekasihnya :
Notasi di wajahmu bermekaran
Begitu wangi di ribuan tutsku
Senyum manja sang kekasih :
Piala juice cinta penuh berbusa
Larut di bibir kita yang bergetar
Lirih bisik sang kekasih :
Biarkan hati kita hangus terbakar
Angin malam begitu nakal
Meluruhkan bulubulumata sang kekasih
di dada kekasihnya
Dan rambutnya yang elok melahirkan melodis

Di atas punggung sagitarius
Kamajaya terus juga membidikkan panah amornya
Semua sasaran telah terbidik
Tinggal satu panah lagi
Ratih di belakangnya berbisik penuh arti
Sasaran di arahkan pada traffik lght

Dan traffic liht itu pun seketika padam
Dan kedua kekasih itu
Terus mengisi pialapila yang kosong
Sampai mabuk
Bulan menggerutu
Bintangbintang tersipu
Pun bumi salah tingkah

Banjarbaru,1990

edisi 16

Nisan Berlumur Darah

Kembang laus
Kembang laus runduk diterpa angin
Luruh sekuntum luruhlah ke banyu
Hanyut ke seberang
Sudah putus
Sudah putus hatiku tiadalah kelain
Biar ragaku biarlah ragaku
Diambil orang

Duhai kekasih sedetik pun tak luput dari ingatan dan
kenang dalam ruang jiwaku yang paling dalam
Mata berlinangan si airmata
Nasib sembilu mengurung daku di kamar nestapa
Datanglah wahai kekasih lepaskan rantai adat yang
mengikat kakitanganku
Datanglah
Datanglah ketika kau menolongku dari kobaran api
Dukaku lebih dari pada api yang membakar
Duhai angin sampaikan risalah jeritku ini
kepada Maskhurku
Katakan malam tiadalah malam dan siang tiadalah siang
Wahai matahari bulan dan bintang
kemana kau sembunyikan terang
Aku terkapar dalam kegelapan
Duhai datanglah hatiku merindu

Aku terus berlari membawa hatimu di tengah angin kencang
Sampai aku kan punah biarlah wahai Fatimah
Biarlah tak kan bersatu raga namun kaulah satu dalam jiwaku
Aku sadar risalah derajadku yang papa
Tak mampu melepaskan rantai deritamu
Di atas tikar kehidupan ini kubaringkan tubuhku
Berlari di tengah angin terus berlari
Berlari sampai ke batas pemghabisan langit nafasku berbekal hatimu

Keranda siapa yang terusung itu oh keranda siapa
Siapakah gerangan duhai langit berawan
Sebuah nama tibatiba menyambar hati Fatimah
jadi remuk redam
Dengan jeritan panjang diamdiam ia kejar keranda itu merenangi sebuah sungai

Pusara itu telah sepi di basah hujan
Harum bungarampai dan harumnya darah cinta
Seorang jelita rebah tersungkur diruncing batunisan
Menyusul sang kekasih dan lunaslah segala dukalara
Dan damailah dalam pelukan sang kekasih

Banjarbaru, 1994

banyu : sungai laus : tanaman rempah/alpina galanga
putus : keyakinan/tiada sangsi Nisan Berlumur Darah
(Maskhur - Fatimah) : Love Story-nya rakyat Banjar


Mendulang Cinta

Cinta yang hakiki bukanlah didapat dari impian atau
hayalan atau pun dari transaksi jualbeli
Tapi sebuah perjuangan didasari kesadaran pikiran
dengan segala pengorbanan yang tulus

Seorang penyair berkata :
Jangan kau beri aku cinta dari kerdipan matamu
Tapi aku ingin cinta yang kugali dari lubuk hatimu
yang paling dalam

Apa kata seorang pujangga :
Di balik rangkaian bahasa yang berlimpah maka
disitulah dusta cinta
Tapi kukejar satu anggukan saja darimu

Seorang filosof pun berujar :
Aku rela menjadi musafir mencari cinta pada sebuah gurun yang paling tandus
dan cuaca yang paling murung

Sang kekasih dengan tiada sangsi :
Apa pun yang kau timpakan padaku, kekasih
Kan kudulang cintamu yang kau sembunyikan di dasar bumi hatimu
Kugali lapisdemilapis batubatu berpasir dan berlumpur
Kubawa pada sebuah sungai yang mengalir dalam jiwaku

Kubasuh dalam sanubari dulangku
Kekasih tak luput sebutir pun dari jemariku
Kulantak tebingmu kulantak terowonganmu
Sampai aku nikmat dalam kucur keringatku
Dan aku ingin ada jeritan kecil darimu
Ketika cinta itu ada dalam genggamanku

Banjarbaru,1993


Rindu Dendam

Wahai rindu tunjukkan di mana rahasiamu
Cinta menjadikan aku pejalan jauh
Beri aku pengobat dukalaraku
Perihperi membuat aku dendam

Wahai lunaskan aku dari pasungan dendamku
Agar aku dapat masuk ke dalam misterimu
Mengajalkan cinta bukanlah hakikat kebenaran
Sebab aku tidak akan mencemaskan diriku sendiri

Aku tidak akan pernah mencemaskan diriku
Mengeringkan sejumlah gelas anggur
Sebab hakikat rindu adalah inti dari cinta
Yang lahir dari getar jiwa

Banjarbaru,1998

edisi 17

Lanskap Sanggama Bunga

Telah kau tabur bisa pada jambangan
agar kita mabuk hingga fajar tiba
Sebab setiap igauan adalah tutur
riwayat kamasutra

Akulah yang terperangkap
dalam tangkapan parfum cintamu
Duridemiduri mengekalkan
luka birahi dendam

Kau beri aku kelopakkelopak
yang senantiasa berbuah
nikah tak jadijadi
yang senantiasa meneteskan
kebencian dan rindu

Aku yang terperangkap
peziarah dalam dukamu

Banjarbaru,2003


Merampas Ciuman Berabad Abad

Alangkah tak terjamah birunya langit
Mataku tunduk hanya dapat menyentuh
ujung kakimu
Andai pun sekejap kau beri aku
penerang jalan
Barangkali t’rasalah luput dari
keasingan

Datanglah yang membisikkan rahasia
kehidupan ke telingaku
Bibirku berabadabad menyala dalam
kesunyian
menyala dalam sakwasangka napas
pelagu rindu

Musafir itu berkata : Aku dahaga
dalam lautmu
wahai merapatlah cintaku yang
berderai

Bintanglah yang menyerbuki
setiap langkah
Sungguh kelam
wajahmu dilarut malam

Banjarbaru,2003


Tangis Sekuntum Bunga

Akulah paling bahagia punya rupa yang elok dan aroma wangi
Beribu ungkapan dan pelambang puja dan puji tentang diriku
Hidupku di tamantaman di potpot mau pun di jambangan berukiran indah
Aku selalu di vasvas penghias pesta meriah
Akulah pilihan sebagai ganti diri sebuah hati ketika
jejaka mengutarakan cintanya kepada sang kekasih
Dan akulah suntingan rambut si jelita ketika
menuju pelaminan dan pengharum ranjang pengantin
Ah rasanya kehabisan bahasa aku mengutarakannya

Tetapi setelah tahu risalahku
Duhai ternyata akulah paling malang di dunia ini
Menjadikan aku murung dan menangis
Menyadari keadanku ketika layu
Satupersatu tubuhku rontok
Dan berserakan di bumi lalu membusuk
Tak ada lagi yang mau peduli
Ternyata aku lebih buruk dari pada sampah

Wahai maafkan aku, Kekasih

Banjarbaru, 2002

edisi 18

Musafir Rindu

Banyak orang mengira aku ini gila
Menertawai dan mencemoohku
Karena mereka tidak pernah menyelami risalahku
Wahai andai mereka tahu pasti mereka
Akan berdesakan ke pantai di mana kaki mereka
di pasir dengan mesra diciumi alunan ombak
takjub menyaksikan fenomena lautku
Dan mereka mengagumi karangku ketika dilanda ganasnya gelombang
Atau bersama camar bernyanyinyanyi di lubuk hatiku
Atau mereka akan menangisi dirinya sendiri karena
dahaga di gurungurun tandusku
Atau mereka tersedusedu ketinggalan kompas
ketika tersesat di rimbarimbamimpiku
Atau mereka menyesali diri tak mampu menyelamatkan
dirinya sendiri ketika terjatuh ke jurang hatiku
Ah tak habis risalahku ini kuutarakan walau matahari diurungkan ke barat
Tapi wahai andai pun aku ini gila
Pintaku biarkan aku gila dalam cintamu

Banjarbaru,2002


Seorang Gadis Di Muka Jendela

Wahai bagaimana aku bisa lari dari diriku sendiri
Airmataku tak keringkering menetesi rinduku
Jangan kau tipu lagi aku wahai langit khayalku
Kemana kau sembunyikan bulan dan bintang
Menjadikan hatiku lumpuh di padamnya malam
Kau mengusik pembaringanku tak hentihenti
Aku begitu tergesagesa berdandan menuju tidur
Wahai dusta mimpiku
Datang, o datanglah yang bersemayam di balik fajar
yang menjadikan aku merindu
Aku cemburu pada kicau burungburung
dalam pelukan cahya surya
Aku iri pada bungabunga bermandikan embun
O datang, datanglah padaku
Aku tak mampu lari dari diriku sendiri
Wahai

Banjarbaru,2001


Jelita Aku Berpihak Kepadamu

Kekasih, setiap kau bangun dari tidur di pagi hari
Lihatlah bungabunga iri melihat wajahmu
Dan dengarlah kicau burungburung mengagumimu :
Wahai jelita andai seratus bidadari turun dari kayangan
dan menari di atas rerumputan dengan selendang
warna cahya surya aku tetap berpihak kepadamu
karena aku mencium wangi sekuntum senyum
dari kemurnian parasmu
Aku tulus memujimu wahai jelita
karena kau selalu bersyukur atas milikmu itu
tak pernah menyianyiakannya dan selalu merawatnya
Dan kau selalu menghindar dari jebakan pesolek
yang menjadikan mabuk di panggung dusta dunia
Wahai kekasih, aku pun berpihak kepadamu

Banjarbaru2001

edisi 19

Aku Tenggelam Dalam Cintamu

Duhai jangan kau sembunyikan rembulan
sehingga mataku serba kelam
Aku akan berlari ke telaga hatimu
Biarkan aku menceburkan diri
Biar hanyut dan tenggelam biarkan
Kau kan melihat tibatiba menjerit
dan mencemaskan diriku
Wahai jangan kau selamatkan aku, kekasih
Biarkan aku tenggelam sampai ke dasar cintamu
Dan terdampar di taman bunga hatimu
Akan kupetik sekuntum saja ya sekuntum saja
Bunga kasihmu
Pengobat rintihan malammalam sepiku

Banjarbaru,2003


Satu Senyum Saja Cukuplah

Apa pun yang kau timpakan padaku, wahai
Bukalah kunci dukamu, kekasih
Biarkan aku memasuki lubukhatimu
Lihatlah rembulan dan bintangbintang
mencemaskan cahayanya semakin memudar di wajahmu
Bunga sedap malam duhai urung memekar di pangkuanmu
Begitu manja angin mengusap rambutmu terurai
Jangan kau simpan katakata dalam tundukmu
Bicaralah lewat bening matamu, kekasih
Kugenggam jemarimu
Apa pun yang kau timpakan padaku
Hanya satu pintaku dari bibirmu, kekasih
Satu senyum saja cukuplah

Banjarbaru,2003


Seorang Gadis Di Muka Jendela

Wahai bagaimana aku bisa lari dari diriku sendiri
Airmataku tak keringkering menetesi rinduku
Jangan kau tipu lagi aku wahai langit khayalku
Kemana kau sembunyikan bulan dan bintang
Menjadikan hatiku lumpuh di padamnya malam
Kau mengusik pembaringanku tak hentihenti
Aku begitu tergesagesa berdandan menuju tidur
Wahai dusta mimpiku
Datang, o datanglah yang bersemayam di balik fajar
yang menjadikan aku merindu
Aku cemburu pada kicau burungburung
dalam pelukan cahya surya
Aku iri pada bungabunga bermandikan embun
O datang, datanglah padaku
Aku tak mampu lari dari diriku sendiri
Wahai

Banjarbaru,2001


Jatuh Cinta (Cinta Pertama )

Jantungku selalu berdebar setiap ada ketukan
Lalu bergegas membuka pintu
Atau menyingkap gorden jendela dengan jemari bergetar
lalu melongok perlahan, duhai
Tidak seperti biasanya, berlamalama berdandan
dan tersenyumsenyum sendiri di muka cermin
Terkadang menangis tanpa sebab
menelungkupkan wajah di bantal, duhai
Atau bersenandung di kamar mandi
Suatu kali aku cemas mengharapkan ia kembali
setelah kuusir dari hadapanku
Ah hatiku berbungabunga jika ia kembali
Entah apa aku selalu ingin menang sendiri
Aku sekarang rajin menata ruang tamu
dan menatah bunga di vas sambil tersenyum
Tingkahku wahai tak luput dari perhatian ibuku :
Gadisku, kenalkan siapa gerangan jejaka itu
Aku malumalu, tapi ibuku sudah tahu jawabku.
Ia bernada enteng tapi sungguhsungguh :
Cinta banyak membawa perubahan sikap seseorang
Pesanku bijaklah terhadap cemburu dan rindu
Sebab ia terkadang membuat hati kita menjadi aneh
Mataku berkacakaca dalam pelukan ibu

Banjarbaru,2002


Sekuntum Cinta

Bulan datanglah dari balik awan
Aku begitu gelisah menunggu
Datanglah di jiwaku
Velentine menjadikan aku cemas

Harihariku tak ubahnya kunangkunang
Beterbangan dalam hatiku yang merindu
Dalanglah wahai yang menjadikan aku duka

Di tamanmu bungabunga cinta bermekaran
Dalam senyum sagitrarius yang mendebarkan
Wahai petikan aku sekuntum
Ya sekuntum saja kekasih
Penyunting jiwa yang sunyi

Banjarbaru,2005

edisi 20

Cinta Menjadikan Bunga Mewangi

Kuncupku bermekaran
Sariku mengucurkan madu
Tapi apalah artinya duhai
Tak ada siapa pun yang singgah padaku
Ketika melihatku lantas membuang muka
lalu lari menjauh

Malammalam aku menangis
Airmatalah yang dapat mengusir gelisah tidurku
Wahai t’rasa jiwaku membeku
Dalam siraman embunembun pagi

Wahai velentine kau wangikan s’luruh kuntumku
Ah betapa sipusipuku menatap senyummu
Ketika seekor kupukupu hinggap di rambutku

Banjarbaru,2005


Blues Pelagu Sunyi

Tutstuts itu ditumbuhi cannabis sativa
Bulan jadi mabuk dan Guido Aretinius
pada bangkit di puncak octavo
mengubah liriklirik dari tubuhmu
yang kehilangan si pembasuh dosa
Entah ke mana awangemawan di atas katedral
berarak mengalirkan ruhruh notasi
mengalirkan jiwa yang berabadabad
mencari kekasih dari masasilam
Aku bangkit dari rahim gregorians
O Santo Antonio
Meskikah aku menjerit
Kau telah menjerit dalam genggaman kressendo
Meskikah aku meratap
Kau telah meratap dalam pelukan lamentoso
Meskikah aku bergelak O Santo Antonio
Ternyata kau mabuk dalam mulut furiroso
Ruhruh itu tersesat dalam jiwa yang sunyi
Dan menguburku jauh dalam diri

Banjarbaru,2004


Kata Hati

Kumasuki matamu yang menatapku
Ada satu pikiran yang menyala
Di tangan samasama membuka kunci
Sudahlah, tinggalkan yang sudahsudah

Menyusun sirih bertemu urat
Susunlah tujuh lembar yang dipetik
Terpisah janganlah terpisah ujungujungnya
Bertemu katahati bertemu dalam janji
Tapi janganlah dibuang tangkaitangkainya
Pengikat hati janganlah putus

Jika luruh kembang kemuning
Luruh sekuntum di tangan tiada kan sampai
Petikan kembang melati
Ruhui kehendak ruhui di dalam hati
Jika telah menghampar di pembaringan
Tiada kan hilang yang kita cari

Terangkai sudah
Semisal tidak terangkai di dalam mimpi
Percikkan air bunga rampai pada mautku

Banjarbaru,1984

edisi 21

Pelagu Sunyi

Setiap aku kesini selalu ada nyanyian
Aku tak ada minat sedikit pun untuk mendengarkannya
Itulah sebabnya mengapa aku bersunyisunyi
Tetapi entah kenapa setiap aku tenggelam dalam
kesunyian dan lebih ke dalam lagi
Naynyian itu mengikuti bahkan sampai ke dasar
Bagaimana tidak akan kusampaikan katakata yang
paling lembut agar paham apa yang kumaksud
Tapi entah apa bibirku tak mampu melakukan itu
Hatiku berkata : Wahai siapa gerangan dikau yang
menjadikan aku sedemikian terusik
Ternyata hatiku sendiri yang menjawab :
Aku si pelagu sunyi yang paling malang karena
menistakan cintanya sendiri

Banjarbaru,1987


Burungku

Bagaimana aku bisa mengambil burungku
Yang menatapku sepertinya bukan mata si jelita
melainkan mata burungku :
Jangan kau bawa, biarkan dia bersamaku
Duhai kicaunya tidak seperti biasa seriang ini bahkan
begitu manja
Dia terbang bersama si jelita membubung tinggi
menembus awan, susulmenyusul, berputarputar di langit
biru, lalu mengembangkan sayapnya di sinar mentari
Tibatiba wahai menukik ke dalam hatiku
Membusur bianglala dengan warnawarna cemerlang
di dinding hatiku
Selagi aku takjub, tahutahu sudah bertengger di bahu kanankiriku

Banjarbaru, 1988